Hukum Mantra Ruqyah Dalam Islam
Amalan Azimat Agar Rumah Toko Selamat Dari Gangguan Jin Dan Tuyul
Hukum Mantra Ruqyah Dalam Islam
ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ
Keutamaan Surat al-Fatihah
Allah Ta’ala berfirman:
(وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ)
[Surat Al-Hijr : 87] َ
“Sungguh Kami telah memberikan kepadamu tujuh ayat yang berulang-ulang & Al-Qur`an yang agung.” (QS. Al-Hijr: 87)
Dari Abu Said bin Al-Mu’alla radhiallahu anhu dia berkata:
5006 - حدثنا علي بن عبد الله، حدثنا يحيى بن سعيد، حدثنا شعبة، قال: حدثني خبيب بن عبد الرحمن، عن حفص بن عاصم، عن أبي سعيد بن المعلى، قال: كنت أصلي، فدعاني النبي صلى الله عليه وسلم فلم أجبه، قلت: يا رسول الله إني كنت أصلي، قال: " ألم يقل الله: استجيبوا لله وللرسول إذا دعاكم؟ "، ثم قال: «ألا أعلمك أعظم سورة في القرآن قبل أن تخرج من المسجد»، فأخذ بيدي، فلما أردنا أن نخرج، قلت: يا رسول الله، إنك قلت: «لأعلمنك أعظم سورة من القرآن» قال: «الحمد لله رب العالمين، هي السبع المثاني، والقرآن العظيم الذي أوتيته
Aku pernah shalat lalu Nabi shallallahu alaihi
wasallam memanggilku akan tetapi aku tak
mendatangi beliau. Setelah itu saya berkata,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya tadi saya sedang shalat.” Maka beliau bersabda, “Bukankah Allah berfirman, “Penuhilah Allah & Rasul-Nya jika dia memanggil kalian.”? Kemudian beliau bersabda,
“Inginkan kamu aku ajarkan surah yang teragung dlm Al-Qur`an sebelum kamu keluar dari masjid?”
Lalu beliau memegang tanganku. Tatkala kami
akan keluar, aku berkata, “Wahai Rasulullah, tadi engkau berkata, “Sungguh aku akan mengajarkan kepadamu surah yang teragung dlm Al-Qur`an.”
Beliau menjawab, “ALHAMDULILLAHI RABBIL
ALAMIN,” surah (Al-Fatihah) inilah tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang & merupakan Al-Qur`an Al-Azhim yang diberikan kepadaku.” (HR. Al- Bukhari, no. 5006)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi
shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda: Allah Ta’ala berfirman:
قال الله تعالى: قسمت الصلاة بيني وبين عبدي نصفين، ولعبدي ما سأل، فإذا قال العبد: {الحمد لله رب العالمين} [الفاتحة: 2]، قال الله تعالى: حمدني عبدي، وإذا قال: {الرحمن الرحيم} [الفاتحة: 1]، قال الله تعالى: أثنى علي عبدي، وإذا قال: {مالك يوم الدين}، قال: مجدني عبدي - وقال مرة فوض إلي عبدي - فإذا قال: {إياك نعبد وإياك نستعين} [الفاتحة: 5] قال: هذا بيني وبين عبدي، ولعبدي ما سأل، فإذا قال: {اهدنا الصراط المستقيم صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين} [الفاتحة: 7] قال: هذا لعبدي ولعبدي ما سأل
Shalat (Al-Fatihah) dibagi antara Aku dgn hamba-Ku, & hamba-Ku akan mendapatkan apa yang dia minta.
Jika hamba membaca, “Segala pujian hanya utk Allah Rabb alam semesta,”
Allah berfirman,“Hambaku telah memujiku.” Jika dia membaca,
“Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,” Allah berfirman, “Hambaku kembali memuji-Ku.”
Jika dia membaca, “Penguasa hari pembalasan,”
Allah berfirman, “Hamba-Ku telah menyanjungku.”
Jika dia membaca, “Hanya kepada-Mu kami menyembah & hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan,”
Allah berfirman, “Ini adalah antara
Aku dgn hamba-Ku, & hamba-Ku akan
mendapatkan apa yang dia minta.”
Dan jika dia membaca, “Tunjukilah kami jalan yang lurus. Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau berikan nikmat kepada mereka. Bukan jalannya orang-orang yang dimurkai & bukan pula jalannya orang-orang yang tersesat,” Allah berfirman, “Ini adalah antara Aku dgn hamba-Ku, & hamba-Ku akan mendapatkan
apa yang dia minta.”
(HR. Muslim no. 395)
Hadits yang agung ini menunjukkan tingginya
kedudukan surah al-Fatihah dan besarnya
keutamaan orang yang membacanya, karena surah ini berisi inti kandungan seluruh al-Qur’an.
Salah seorang ulama salaf berkata, “(Surah) al-Fatihah adalah rahasia (inti kandungan) al-Qur’an, dan rahasia (inti kandungan) al-Fatihah adalah ayat ‘Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada-Mulah kami memohon pertolongan."
Bahkan sebagian ulama berkata.
الفاتحة لما قرئت له
Surat fatihah itu untuk apapun yg pembaca niatkan pd apa yg dibacakan.
Dalam hadits lain yang menerangkan keutamaan surah al-Fatihah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عن أبي هريرة، عن أبي بن كعب قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «ما أنزل الله عز وجل في التوراة، ولا في الإنجيل مثل أم القرآن وهي السبع المثاني، وهي مقسومة بيني وبين
عبدي ولعبدي ما سأل
سنن النسائ و مسند أحمد و صحيح ابن حبان
“Allah tidak menurunkan dalam
(kitab) Taurat maupun Injil yang seperti Ummul Qur’an (surah al-Fatihah)
Alfatihah ini adalah tujuh ayat yg di ulang2,dan alfatihah ini di bagikan(di anugrahkan)untukku dan untuk hambaku,dan bagi hambaku apapun yg dia minta.
Ada sebagian mereka mengatakan,untuk apa kirim pahala fatihah pada rosul saw, sedang dia gudang dari pahala,dan tidak butuh kiriman pahala dari kita,dan seperti ini(kiriman fatihah) adalah kebodohan.
Subhanalloh... Na'udzu billah.
Pendapat ini justru sebaliknya.
Merekalah yg salah.
Memvonis hal yg dia sendiri tidak mengerti.
Perlu di ketahui bahwa kita kirim fatihah pada para nabi malaikat dan aulia'
tidak lain dari tiga faktor tujuan Sedang sudah jelas alloh swt dalam hadis berkata. Dan bagi hambaku apa yg dia minta(dngn pembacaan alfatihah)
mari kita simak tujuan kita kirim fatihah.
Terutama pada rosul saw.
1: kita berniat tawassul melalui fatihah yg kita hadiahkan pada nabi saw,
Krna fatihah memang besar rahasinya dan faidahnya.
2: fatihah itu kita jadikan kado istimewa kita pada nabu saw,seperti halnya solawat. Yg manfaatnya bagi kita sendiri.
3: kita melakukannya karena alloh,tanpa berniat apapun selain krna cintanya kita pada nabinya saw.
Jadi allohlah yg mengatur semua rahasia rahasia fatihah yg kita bacakan untuk nabi saw.
4. Untuk fatihah yg dibacakan pada orang mati maka juga akan menjadi doa. Krna fatihah itu sendiri adalah doa,dari itu kita di sunahkan baca amin setelah baca alfatihah.
Jadi kita pikir sendiri
lebih baik mana melakukanya atau tidak samsekali??
Tambahan faidah dan mantra.
Bolehnya Amalan, Hizib dan Azimat
Mengamalkan doa-doa, hizib dan memakai azimat pada dasarnya tidak lepas dari ikhtiar atau usaha seorang hamba, yang dilakukan dalam bentuk doa kepada Allah SWT.
Jadi sebenanya, membaca hizib, dan memakai azimat, tidak lebih sebagai salah satu bentuk doa kepada Allah SWT.
Dan Allah SWT sangat menganjurkan seorang hamba untuk berdoa kepada-Nya. Allah SWT berfirman:
ادعوني أستجب لكم
Berdoalah kamu, niscya Aku akan
mengabulkannya untukmu. (QS al-Mu'min: 60)
Ada beberapa dalil dari hadits Nabi yang
menjelaskan kebolehan ini. Di antaranya adalah:
عن عوف بن مالك الأشجعي، قال: كنا نرقي في الجاهلية، فقلنا: يا رسول الله , كيف ترى في ذلك؟ فقال: «اعرضوا علي رقاكم، لا بأس بالرقى ما لم يكن فيه شرك»
صحيح مسلم و سنن ابي داود و معجم الأوسط
Dari Auf bin Malik al-Asja’i, ia meriwayatkan
bahwa pada zaman Jahiliyah, kita selalu membuat azimat (dan semacamnya).
Lalu kami bertanya kepada Rasulullah, bagaimana pendapatmu (ya Rasul) tentang hal itu.
Rasul menjawab, ''Coba tunjukkan azimatmu itu padaku, Membuat azimat tidak apa-apa selama di dalamnya tidak terkandung kesyirikan."
(HR Muslim [4079])
Dalam At-Thibb an-Nabawi, al-Hafizh al-Dzahabi menyitir sebuah hadits:
Dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ''Apabila salah satu di antara kamu bangun tidur, maka bacalah (bacaan yang artinya) Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah SWT yang sempurna dari kemurkaan dan siksaan-Nya, dari perbuatan jelek yang dilakukan hamba-Nya, dari godaan syetan serta dari kedatangannya padaku. Maka syetan itu tidak akan dapat membahayakan orang tersebut."
Abdullah bin Umar mengajarkan bacaan tersebut kepada anak anaknya yang baligh. Sedangkan yang belum baligh, ia menulisnya pada secarik kertas, kemudian digantungkan di lehernya (seperti kalung)
(At-Thibb an-Nabawi, hal 167).
Dengan demikian, hizib atau azimat dapat
dibenarkan dalam agama Islam. Memang ada
hadits yang secara tekstual mengindikasikan
keharaman menggunakan azimat, misalnya:
عن عبد الله، قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: إن الرقى، والتمائم، والتولة شرك
Dari Abdullah, ia berkata, Saya mendengar
Rasulullah SAW bersabda, “'Sesungguhnya hizib/mantra, azimat dan pelet, adalah perbuatan syirik.”
(HR Ahmad [3385]).
Mengomentari hadits ini, Ibnu Hajar, salah
seorang pakar ilmu hadits kenamaan, serta para ulama yang lain mengatakan:
Keharaman yang terdapat dalam hadits itu, atau hadits yang lain, adalah apabila yang
digantungkan itu tidak mengandung Al-Qur’an
atau yang semisalnya. Apabila yang digantungkan itu berupa dzikir kepada Allah SWT, maka larangan itu tidak berlaku.
Karena hal itu digunakan untuk mengambil barokah serta minta perlindungan dengan Nama Allah SWT, atau dzikir kepada-Nya. (Faidhul Qadir, juz 6 hal 180-181)
lnilah dasar kebolehan membuat dan
menggunakan amalan, hizib serta azimat. Karena itulah para ulama salaf semisal Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Taimiyyah juga membuat azimat.
A-Marruzi berkata, ''Seorang perempuan mengadu kepada Abi Abdillah Ahmad bin Hanbal bahwa ia selalu gelisah apabila seorang diri di rumahnya.
Kemudian Imam Ahmad bin Hanbal menulis
dengan tangannya sendiri, basmalah, surat al-
Fatihah dan mu'awwidzatain (surat al-Falaq dan an-Nas)."
Al-Marrudzi juga menceritakan tentang
Abu Abdillah yang menulis untuk orang yang sakit panas, basmalah, bismillah wa billah wa
Muhammad Rasulullah, QS. al-Anbiya: 69-70,. Abu Dawud menceritakan, "Saya melihat azimat yang dibungkus kulit di leher anak Abi Abdillah yang masih kecil."
Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah menulis QS Hud: 44 di dahinya orang yang mimisan (keluar darah dari hidungnya), dst."
(Al-Adab asy-Syar'iyyah wal Minah al-Mar'iyyah, juz II hal 307-310)
Namun tidak semua doa-doa dan azimat dapat
dibenarkan. Setidaknya, ada tiga ketentuan yang harus diperhatikan.
1. Harus menggunakan Kalam Allah SWT, Sifat Allah, Asma Allah SWT ataupun sabda Rasulullah SAW
1. Menggunakan bahasa Arab ataupun bahasa lain yang dapat dipahami maknanya dan tidak ada kata tulisan syirik.
1. Tertanam keyakinan bahwa ruqyah itu tidak
dapat memberi pengaruh apapun, tapi (apa yang diinginkan dapat terwujud) hanya karena takdir Allah SWT atau barokah yg di beri oleh alloh. Sedangkan doa dan azimat itu hanya
sebagai salah satu sebab saja."
(Al-Ilaj bir-Ruqa minal Kitab was Sunnah, hal 82-83).
Dasar mantra/ruqyah
1. QS Al-Isra' 17:82
(وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا)
[Surat Al-Isra : 82]
Artinya: Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Hadits sahih riwayat Ibnu Hibban dari Aisya
عن عائشة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم دخل عليها وامرأة تعالجها أو ترقيها، فقال: "عالجيها بكتاب الله" قال أبو حاتم: قوله صلى الله عليه وسلم: "عالجيها بكتاب الله" أراد: عالجيها بما يبيحه كتاب الله، لأن القوم كانوا يرقون في الجاهلية بأشياء فيها شرك
صحيح ابن حبان
Artinya: Dari Aisyah, bahwasanya Rasulullah suatu hari masuk ke rumahnya di mana seorang perempuan sedang mengoabati atau memberinya mantra(ruqyah). Nabi bersabda: "Obati dia dengan Al Quran."
Yg di maksud disini adalah pengobatan mantra dengan yg di perbolehkan oleh alquran,pengertiannya begitu.
Karena kaum jahiliyah membaca mantra dengan sesuatu yg syirik,
Ibnu Muflih dalam kitabnya Al-Adabisy Syar'iyah menceritakan tentang kisah Shalih bin Ahmad putra Imam Ahmad bin Hanbal demikian:
ربما اعتللت فيأخذ أبي قدحا فيه ماء,فيقرأ عليه,ويقول لي: اشرب منه,واغسل وجهك ويديك. ونقل عبد الله أنه رأى أباه يعني احمد بن حنبل يعوذ في الماء ويقرأ عليه ويشربه ويصب على نفسه منه
Arti kesimpulan: Suau saat ketika saya sakit, ayah saya--yaitu Ahmad bin Hanbali, pendiri madzhab Hanbali--mengambil sewadah air kemudian membaca ayat Al-Quran di atas wadah itu dan berkata pada saya: "Minumlah dan basuhlah wajah dan kedua tanganmu. Menurut Abdullah, dia pernah melihat ayahnya --yaitu Ahmad bin Hanbal-- mengambil air memohon perlindungan pada Allah kemudian membaca Al-Quran, kemudian meminum air itu dan mengalirkan air itu pada dirinya.
Hadits sahih riwayat Muslim:
لا بأس بالرقى ما لم يكن فيه شرك
Artinya: Ruqyah itu boleh asal tidak mengandung syirik.
dan hadist:
66 - (2201) وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ حَسَّانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَخِيهِ مَعْبَدِ بْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: نَزَلْنَا مَنْزِلًا، فَأَتَتْنَا امْرَأَةٌ فَقَالَتْ: إِنَّ سَيِّدَ الْحَيِّ سَلِيمٌ، لُدِغَ، فَهَلْ فِيكُمْ مِنْ رَاقٍ؟ فَقَامَ مَعَهَا رَجُلٌ مِنَّا، مَا كُنَّا نَظُنُّهُ يُحْسِنُ رُقْيَةً، فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَبَرَأَ، فَأَعْطَوْهُ غَنَمًا، وَسَقَوْنَا لَبَنًا، فَقُلْنَا: أَكُنْتَ تُحْسِنُ رُقْيَةً؟ فَقَالَ: مَا رَقَيْتُهُ إِلَّا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ قَالَ فَقُلْتُ: لَا تُحَرِّكُوهَا حَتَّى نَأْتِيَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَتَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرْنَا ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ: «مَا كَانَ يُدْرِيهِ أَنَّهَا رُقْيَةٌ؟ اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ مَعَكُمْ»
Ada hadis riwayat al-Bukhari dalam kitab Fadhailul Qur'an , dari Abu Sa'id al-Kudri, katanya, "Kami pernah berada dalam suatu perjalanan, lalu kami singgah, tiba-tiba seorang budak wanita datang seraya berkata, "Sesungguhnya kepala suku kami tersengat, dan orang-orang kami sedang tidak
berada di tempat, apakah di antara kalian ada yang bisa memberi ruqyah?"
Lalu ada seorang laki-laki yang berdiri bersamanya, yang kami tidak pernah
menyangkanya punya ruqyah. Kemudian orang itu membacakan ruqyah, maka kepala sukunya itu pun sembuh.
Lalu, ia (kepala suku) menyuruhnya diberi
tiga puluh ekor kambing, sedang kami diberi
minum susu.
Setelah ia kembali, kami bertanya kepadanya, "Apakah engkau memang pandai dan biasa meruqyah?"
Maka ia pun menjawab, "Aku tidak meruqyah, kecuali dengan ummul kitab (Al-Fatihah)." "Jangan berbuat apa pun sehingga kita
datang dan bertanya kepada Rasulullah saw," sahut kami.
Sesampai di Madinah kami menceritakan hal
itu kepada Nabi saw, maka beliau pun bersabda,
"Dari mana dia tahu bahwa surat Al-Fatihah itu
sebagai ruqyah (mantra), bagi-bagilah kambing-kambing itu dan berikan satu bagian kepadaku."
Demikian pula riwayat Muslim dan Abu Dawud.
Dalam Mughni al-Muhtaj bab wasiyat dituliskan:
وحكى المصنف في شرح مسلم والأذكار وجها أن ثواب القراءة يصل إلى الميت كمذهب الأئمة الثلاثة، واختاره جماعة من الأصحاب منهم ابن الصلاح،والمحب الطبري، وابن أبي الدم، وصاحب الذخائر، وابن أبي عصرون، وعليه عمل الناس، وما رآه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن، وقال السبكي: والذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت وتخفيف ما هو فيه نفعه، إذ ثبت أن الفاتحة لما قصد بها القارئ نفع الملدوغ نفعته، وأقره النبي - صلى الله عليه وسلم - بقوله: «وما يدريك أنها رقية» وإذا نفعت الحي بالقصد كان نفع الميت بها أولى
Keterangan dalam kitab Mughni al-Muhtaj di atas secara garis besar menjelaskan bahwa Imam Nawawi dalam al-Adzkar dan Syarah Muslim menghikayahkan adanya pendapat yang mengatakan pahala membaca Al-Qur’an sampai kepada mayit seperti halnya dalam tiga madzhab.
Pendapat tersebut dipilih oleh ashhab (para pengikut) di antaranya adalah Ibnu Shalah, al-
Muhibb ath-Thabari, Ibnu Abi Dam, pengarang
kitab adz-Dzakha’ir dan Ibnu Abi Ishrun.
Dan di jelaskan juga di atas
Bahwa Jika orang yg kenak sengat(masih hudup) saja bisa mengambil manfaat dari fatihah,apalagi orang mati? Jelas lebih bisa.
Allahu a'lam.
#PetualangOnline
Komentar
Posting Komentar