Lika Liku Puber Kedua

PERTARUNGAN MASA “PUBER KEDUA”

Mempertahankan usia pernikahan merupakan sebuah
tantangan sekaligus perjuangan. Dibutuhkan seni
dalam membina hubungan suami istri, khususnya
dalam masalah komunikasi. Dalam sejarah hidup
bahtera rumah tangga, usia 40 tahunan dipandang
sebagai usia kritis sebuah pernikahan, yang dapat
berujung pada goyahnya sebuah ikatan suci. Sebagian
besar beranggapan karena usia 40 tahunan merupakan
masa “Puber kedua”, sehingga peluang setiap pasangan
untuk jatuh cinta kepada yang lain sangat besar.
Benarkah demikian?
LIKA LIKU “PUBER KEDUA?”
Pubertas dalam ilmu psikologi memiliki arti masa
peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa
remaja. Masa peralihan ini ditandai dengan matangnya
organ reproduksi dan berkembangnya ketertarikan
kepada masalah seksual. Pada masa ini remaja mulai
memiliki perasaan suka, cinta, sayang terhadap lawan
jenisnya. Seiring dengan perkembangan perasaannya
tersebut, remaja mulai memperhatikan penampilannya
sedemikian rupa untuk menarik perhatian lawan
jenisnya.
Ketertarikannya pada lawan jenis biasanya
ditunjukkan dengan perilaku-perilaku tertentu,
seperti ; mengirimkan kata-kata romantis melalui sms,
telpon tidak mengenal waktu, chatting, mengajak
kencan berdua, dll.
“Puber kedua” merupakan analogi dari perilaku para
suami/istri yang menyerupai perilaku remaja yang
sedang jatuh cinta. Adanya ketertarikan pada wanita/
pria lain, biasanya yg lebih muda, saling merayu,
memuji, makan malam bersama, melihat bioskop
bersama dsb. Hal ini bukan karena semakin
matangnya organ reproduksi sebagaimana pubertas
remaja, namun lebih pada pembuktian diri bahwa
mereka masih produktif dalam urusan percintaan.
Kondisi yang sebenarnya justru pada usia 40 tahunan,
kemampuan reproduksi sudah mulai menurun,
kekuatan fisik sudah mulai melemah. Namun karena
pada usia tersebut justru sebagian besar pria/wanita
mulai hidup mapan secara materi, karier menanjak,
matang pola pikirnya, maka suami/istri memiliki
dorongan untuk bereksperimen dengan pasangan lain.
Rentang usia 40 tahunan merupakan masa dimana
seorang suami/istri memiliki kebutuhan agar eksistensi
dirinya lebih diakui, dihargai dan diperhatikan. Sebab
perhatian yang lebih dari pasangannya, membuat
sesuatu yang menjadi kelemahan-kelemahan bukan
lagi merupakan kekurangan dan apa yang menjadi
kelebihan-kelebihan (karier, jabatan dll) semakin
meningkat maksimal.
Ketika kebutuhan-kebutuhan suami/istri pada masa
“puber kedua” tersebut tidak terfasilitasi oleh
pasangannya maka akan membuka peluang untuk para
suami/istri mendapatkan fasilitas di luar rumah dengan
pasangan lain. Ini merupakan awal terjadinya
perceraian.
So, setiap suami/istri hendaknya menyadari dan
memiliki antisipasi dalam menghadapi masa tersebut,
sehingga “puber kedua” hanya dilewati bersama
dengan pasangannya.
KOMITMEN MEMPERBAIKI DIRI
Semakin lama berumahtangga, problematika yang
terjadi tentunya semakin kompleks, kesibukan
pekerjaan yang semakin tinggi, acara-acara diluar
rumah semakin padat, waktu bersama keluarga yang
semakin berkurang, menyebabkan hak-hak suami/istri,
keluarga tereliminasi, tidak adanya perhatian. Keadaan
demikian berpotensi menimbulkan kejenuhan,
kebosanan, ketidakpuasan, kekakuan berkomunikasi,
pertengkaran dll.
Perlu kita sadari, bahwa sebagai pasangan kita
memiliki kekurangan, disatu sisi terkadang membuat
suami/istri terdholimi oleh sikap/perbuatan kita. Perlu
kita sadari pula bahwa kecantikan/ketampanan,
kemolekan/kegagahan pasangan kita tidak akan abadi,
memudar seiring bertambahnya usia.
Oleh sebab itu hendaknya setiap suami/istri memiliki
komitmen untuk selalu mengevaluasi diri dan
perjalanan rumah tangganya, memperbaiki diri,
mengingat kembali MoU diawal pernikahan dan
mengembalikan segala sesuatunya kepada aturan Allah.
Dengan demikian masa-masa kritis pernikahan dapat
dilalui dengan baik dan menjadikan hubungan yang
semakin harmonis.
SETIA SAMPAI AKHIR HAYAT
Menjaga kesetiaan berarti membangun komitmen
untuk tetap memberikan dan memupuk rasa sayang
dan cinta hanya pada pasangan. Menjauhi
penyimpangan, seperti perselingkuhan adalah wujud
dari kesetiaan kepada pasangan. Dengan menjaga
kehormatan diri dan kepercayaan terhadap pasangan,
kesetiaan akan semakin terjalian kuat dan terhindar
dari perselingkuhan.
Kesetiaan juga ditunjukkan dengan perilaku tidak
saling membiarkan pasangannya dalam keburukan.
Apabila berbagai penyimpangan atau hal-hal yang
tidak baik dibiarkan terjadi tanpa ada upaya
pengingatan, merupakan pertanda memudarnya ikatan
kesetiaan antara suami istri.
Kesetiaan hendaknya harus senantiasa terjaga pada
berbagai kondisi, baik dalam keadaan susah, senang,
miskin, kaya, sakit, sehat, tua, muda dsb. Bernostalgia
dengan tempat kencan pertama kali, melihat foto
kenangan bersama, mengungkapkan rasa cinta secara
verbal, menyatakan cinta dengan ungkapan non verbal
(senyuman, belaian sayang, kemesraan hubungan,
wajah ceria, intonasi kalimat yang lembut dan manja)
akan semakin menguatkan perasaan cinta kepada
pasangan kita.
Rumah tangga yang baik dibangun oleh pribadi-pribadi
yang baik, yang senantiasa meningkatkan kemampuan
dan kapasitas diri untuk menjadi pasangan suami/istri
yang baik. Kesadaran untuk istiqomah memperbaiki
kekurangan-kekurangan pribadi merupakan modal
sukses untuk mencapai kebahagiaan berumah tangga.

#PetualangOnline 

Dua Menit Saja Bisa Menguasai Ilmu Pembuka Aura

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Habib rizieq adalah yatim. Inilah silsilah beliau sampai pada nabi saw.

Perbedaan Ulama Sholih Dan Ulama Muslih